Surga Milik Siapa

Brengsek …, brengsetkk …, brengsekkt …, bangsat lelaki itu … tiap hari kerjanya si mabuk, hisap sabu-sabu. Jika pikirannya lagi tak senang, trus kerjanya menyiksa ibuku,” itu jawab Iwan kepada petugas polisi yang mengintograsinya karena diduga membunuh seorang lelaki separuh abad. “ Aku puas dan tidak pernah menyesal telah memancung lelaki yang sering memukul Ibuku “, sambung pemuda tanggung berusia 17 tahun itu. Iwan terpaksa harus mengikuti Ujian Nasional (UN) di meja ruang jeruji besi tahanan kantor polisi.

Iwan di kampungnya dikenal termasuk remaja yang alim dalam agama. Ia begitu menghormati kedua orangtuannya. Itu sebab sepulang sekolah, ia mencari uang sendiri dengan menjadi buruh di sebuah kilang padi dan kadang-kadang menjadi kernet (kondektur) angkot. Itu demu mengurangi beban orangtuanya, dan usai kerja malam ia mengaji ke satu Dayah terdekat di kampungnya.
“ Jangan katakan ah, ah…, ah… kepada Ibumu, karena perkataan semacam itu menyebabkanmu durhaka kepada ibumu. Jangan pula kau durhaka kepada Bapakmu. Kau hari kiamat tidak masuk surga “, begitu kata Tgk. Haji Ismail dua malam yang lalu di pesantren sebelum Iwan menghabisi lelaki berkulit hitam legam yang mirip Iwan itu.

Malam naas itu sebuah mabil ambulance meraung-raung seperti menangisi kepergian lelaki pecandu narkoba itu. Melaju kencang membawa korban pembunuhan yang dilakukan oleh anak kandunnya sendiri. Korban bernama Saiful, berusia 50 tahun preman kampung dan seorang bandar narkoba.

Namun, para masyarakat desa sekitar yang sosialnya masih tinggi. Seperti biasanya melawat berkunjung kerumah korban untuk melakukan fardhu kifayah. Selanjutnya mendoakan mudah-mudahan almarhum masuk surga dan Iwan juga diampuni dosanya. Kemudian keduanya masuk surga untuk saling bermaaf-maafan seperti di hari raya..

Hari itu langit mendung, gerimis menangis ada cinta di ujung belati. Sayat-sayat suara bisik setan menggemuruh di bumi berdarah. Di zaman edan ini ada-ada saja adegan yang menusuk hati. Tanda-tanda kiamat sudah dekat? Dari balik penjara Iwan masih menunggu hari persidangan. Tiba-tiba seorang pria datang. Dia abang kandung Iwan yang ketika sempat mengantar ayah mereka ke rumah sakit sebelum menghembuskan nafas terakhir.

“Ayah sebelum menghembuskan nafas terakhir berpesan. Aku telah memaafkan Iwan agar masuk surge,” ujarnya kepada sang adik. “Ayah telah memaafkan Iwan, karena Iwan sangat mencintai dan menyayangi Ibunya …” sambung peria itu. Air bening mulai tampak mengalir dari kelopak mata remaja tanggung itu. Pembicaraan terputus setelah petugas mengatakan waktu membezuk sudah habis.

“Sebenarnya, aku tak bermaksud membunuh Ayahku sampai mati. Aku hanya menggertak agar ia mengubah wataknya, dan lebih mencintai Ibuku. Namun akhirnya belati itu memancung leher ayahku …”, ungkap Iwan di persidangan. Beberapa bulan kemudian Iwan menulis sepucuk surat yang dikirim kepada guru ngajinya Tgk Haji Ismail. Isinya begitu singkat, “Tgk Haji Ismail yang saya muliakan. Surga itu milik Aku, milik Ayahku atau milik Ibuku ???”

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Memberi komentar,saran dan kritik untuk kemajuan di blog ini di kolom komentar bawah ini :