Setelah Kematian Haji Kamil

HARI telah diambang malam ketika jenazah Haji Kamil diturunkan ke liang lahat. Namun, bisik-bisik orang sekampung yang mengantarkan jenazah Haji Kamil masih berdengung bagaikan lebah. Ini tanah pekuburan keempat yang digali orang upahan ahli bait Haji Kamil. Sebelumnya, berbagai keanehan telah terjadi. Dan, orang-orang pun mulai mengait-ngaitkannya dengan adegan di film Rahasia Ilahi. Karena demikianlah yang dialami penggali kubur.

Pada penggalian pertama, baru sedepa tanah tergali, ular bermacam rupa keluar dari dalam kubur. Sementara pada penggalian kedua, baru sedepa setengah tergali, air membanjir dari tanah tersebut. Padahal, mereka tahu bahwa di sana bukanlah tanah yang berpotensi bermata air. Sedangkan di tanah ketiga, mereka, para penggali upahan itu kewalahan menggali tanah. Entah mengapa, tanah yang tampaknya gembur itu, malah sealot karang.
Aku memang di sana. Di tiga tempat tersebut. Sudah lama aku terpikat pada anak Haji Kamil, anaknya yang semata wayang itu. Sehingga bagiku, musibah gadis pujaanku itu adalah musibahku juga. Hatiku terasa diiris perlahan manakala kutemukan gadis itu terisak tiada henti di samping ibunya yang mengenakan selendang hitam berbordiran ungu yang rumit. Dan, di tengah-tengah pentalakinan teungku, masih kudengar bisik-bisik jahat orang sekampung. Geram aku. Ingin benar kutonjok mulut-mulut itu.

Sebenarnya Haji Kamil seorang guru di kampung kami. Ia orang panutan. Selain sebagai seorang guru SD, ia senang menghabiskan waktunya di rumah Allah. Jarang di kampung kami orang seperti Haji Kamil yang suka menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Mungkin, sebagaimana semua orang tahu, sesungguhnya ia pun rela berkeringat-keringat pada pembagian zakat fitrah di saat Hari Raya Idul Fitri, menolong pembagian daging hewan qurban, pembagian beras miskin, dan sejumlah kerja sosial lainnya.

Sebentar mata kami beradu sepulangnya dari tempat persemanyaman. Gadis itu mengangguk ke arahku. Di rumah duka kucoba melakukan apa yang dapat kukerjakan. Walaupun batinku bertarung antara keikhlasan dan pamrih. Apakah pertolonganku karena aku mengharapkan gadis itu memberikan isi hatinya untukku? Dan, aku tidak peduli. Aku ingin menolongnya.

Oleh karenanya, malam pertama doa bersama untuk almarhum Haji Kamil yang dipimpin Imum Kampung kami itu pun, mulailah mataku mengenal orang-orang yang paling senang dengan kematian Haji Kamil. Orang pertama, namanya Sudir. Tukang catut di pasar ikan. Tak ada orang yang tak kenal dengannya karena kesukaannya berganja di balai nelayan di pinggir kampung setiap malamnya. Kudengar dari mulutnya di warung kopi Bang Nurdin, setelah semua orang pulang dari rumah duka, mengenai Haji Kamil yang pernah punya hubungan gelap dengan Kak Ainul Mardhiah. Sampai-sampai istri Haji Kamil dan Kak Ainul Mardhiah saling jambak-jambakkan di kedainya Kak Ainul Mardhiah. Kala itu, aku masih ingat, aku masih kelas III SMP.

Dari orang kedua, Brahim Mata Juling, tukang becak di kota kecamatan kami, mengenai Haji Kamil yang memakan harta anak yatim, jatah pembagian beras miskin, menggelumbungkan harga material untuk pembangunan meunasah kampung kami. Sementara dari orang ketiga, ialah Ardian. Dia teman baikku. Sengaja ia datang ke rumahku dan membicarakan anak Haji Kamil yang sudah lama kutaksir. Memang, ia sendiri pun tak habis pikir, mengapa Haji Kamil punya tabiat seperti itu. Ia hidup berkecukupan karena bermertua kaya. Penampilannya senantiasa rapi. Tutur bahasanya mengalun lembut dan teratur. Kiranya tak ada orang semenarik Haji Kamil di kampung kami.

Tapi, Ardian, teman baikku bilang, Keburukan Haji Kamil yang paling tak disukainya adalah melarang tadarus di bulan ramadhan dengan alasan pentadarus kurang menguasai kaidah membaca Alquran. Padahal, ia sendiri tak bisa mengaji. Namun, kami berdua sepakat bahwa kesalahan Haji Kamil merupakan tanggung jawabnya sendiri di hadapan Allah Swt. Sementara, mengenai aku yang terpikat dengan anak gadisnya, ia setuju. Sebab, katanya, dosa orang tua tidaklah dipikul oleh anak keturunannya.

Ketika kuutarakan niatku pada ibu untuk melamar anak Haji Kamil, tak kusangka ibu menolak. Ibuku beralasan bahwa ia tak mau berbesan dengan orang sebejat Haji Kamil.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Memberi komentar,saran dan kritik untuk kemajuan di blog ini di kolom komentar bawah ini :