Tak Ada Cinta di Pantai Cermin

DEBUR ombak pantai cermin nyaris tak terdengar senja itu. Hanya pasir semi hitam begitu sibuk bergerak, berputar dan bersiul seakan ingin meneriakkan banyak hal tentang kami. Di sudut sebelah kiri tempat kami duduk ada sepasang muda-mudi yang sedang berdiskusi serius. Sikap tubuh mereka seakan ingin menceritakan banyak hal. Sayup-sayup kudengar suara si wanita melantunkan kata penuh arti pada sang pria. Apapun yang mereka bicarakan itu  sebagai ungkapan cita-cita mereka yang ingin diwujudkan.

Aku menoleh ke arah Ulfa. Dia sedang menatap lautan hampa. Ssesekali mata indahnya berkedip sambil menarik nafas yang dalam. Aku terdiam dalam heningnya kami. Apa yang sedang dipikirkan Ulfa? Apakah perasaannya telah kulukai? Ingin rasanya kudekatkan mulutku ke telinganya  membisikan banyak kata cinta, tapi tak mungkin itu kulakukan karena status yang kami.
Sulit membuka bicara soal hati pada Ulfa. Boleh jadi ia pernah merasai pengalaman pahit tengkan pria. Setidaknya dia punya alasan, meskipun tak semua pria akan memiliki karakter seperti itu. Banyak pria yang tulus dan benar-benar mencitai. Tak terlalu narsis bahwa aku di antara pria itu. Kucoba membuyarkan lamunan Ulfa. “Sayang, Aku punya alasan yang kuat untuk pergi ke sana. Ini demi perubahan hubungan kita. Bukankah kamu mendambakan pendamping hidup yang berprofesi beda denganmu?” Dia tersenyum dengan bola mata dihiasi keraguan. Lalu menimpali kataku, “aku senang mendengarnya, tapi...itu bukan satu-satunya alasanku melarangmu pergi ke sana.”

Ombak pantai cermin menjadi saksi tanpa kata. Mereka segala sedan yang kami lakoni. Aku membatin dalam asa hampir lenyap bersama ombak. Mungkinkah ombak membisikkan Ulfa tentang remangnya bintangku hingga tak member pengaruh padanya. Waktu terus berjalan hingga hujan mengguyur pantai itu dengan deru ombak yang makin bergemuruh. Ombak besar memang selalu terjadi di bulan November dan hujan yang tak sepi datang menyapa bumi. Terkadang itu membuat banyak jiwa seperti melihat manik-manik cinta. Hujan seakan sedang bernyanyi pada jiwa mereka, tapi apakah hujan dapat menerjemahkan hancurnya hatiku karena Ulfa?

Ulfa mengajakku beranjak dari pantai itu dan minta diantarnya pulang. Tak ada kisah kecuali dalam perjalanan pulang aku mulai berhalusinasi. Pikiranku berkecamuk tentang apa yang ada dibenak Ulfa. Aku kini bak pengembara tanpa arah. Kini hanya menerawang setelah separuh tahun menyemai mekar cinta Aku mencoba menghapuskan tapi wangi-wanginya begitu sulit dilenyapkan.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Memberi komentar,saran dan kritik untuk kemajuan di blog ini di kolom komentar bawah ini :