Cerpen - Kupu-Kupu di Ruang Tamu

Cerpen Aceh - Sudah tiga hari seekor kupu-kupu berwarna belang putih-hitam itu berada di ruang tamu rumahku. Ia terbang menari-nari di langit-langit ruang tamu dan sesekali menempel di dinding yang menggantung foto-foto keluarga. Selama hari itu ia tak beranjak pergi. Padahal di ruang tamu rumahku tak ada serangga sebagai makanan yang mungkin ia cari. Rumahku selalu bersih, khususnya di ruang tamu karena ibu setiap hari rajin membersihkannya.

Kedatangan kupu-kupu cantik itu tidak mengusik keluargaku. Bapak dan ibu membiarkannya saja. Kata bapak, kupu-kupu bila berada di dalam rumah tidak membuang kotoran. Nenekku bilang kalau rumah dimasuki kupu-kupu tandanya akan datang tamu. Semua kami pun membiarkan saja kupu-kupu itu, seolah ia sudah menjadi bagian dari anggota keluarga kami.


Aku sih suka dengan kupu-kupu yang pertama kali masuk ke rumahku. Tapi dari mana datangnya kupu-kupu itu? Rumah kami tidak memiliki pekarangan apalagi taman-taman bunga yang biasa suka dihinggapi kupu-kupu ataupun jenis serangga lainnya. Bapak dan ibu yang orang kantoran tidak sempat mengurus bunga-bunga. Jadi, tak pernah ada bunga di sekitar rumah kami. Di samping itu rumah kami juga berada di tepi jalan raya yang debu-debu lalu lintas kendaraan selalu berterbangan mengotori lingkungan sekitarnya. Manalah mungkin ada kupu-kupu yang suka datang mengunjungi rumah kami yang lumayan besar itu.

Rasa penasaranku terhadap kupu-kupu di ruang tamu rumahku itu terjawab setelah di suatu malam pintu rumahku diketuk oleh orang tak dikenal. Malam sudah larut. Aku yang tidur bersama bapak dan ibu terkejut. Bapak bergegas bangkit dari tempat tidur dan menuju pintu yang membatasi ruang tamu. Ibu tampak cemas. Kenapa ada orang malam-malam yang datang dan hendak berkeperluan apa? Aku yang tak tidur lagi mengintip dari sisi pintu kamar yang terbuka.

Aku lihat bapak mengintip dari balik tirai jendela. Tak lama kemudian bapak membuka pintu dan tanpa dipersilakan tiga orang berbadan besar masuk mendorong tubuh bapak. Bapak terduduk di kursi tamu. Ketiga tamu tak diundang itu duduk juga di kursi tamu berhadap-hadapan dengan bapak.

“Ada apa malam-malam bertamu ke rumah saya?” Aku dengar suara bapak berat dan tampak cemas.

“Kau takut? Bukankah selama ini kita bergerilya di hutan untuk berjuang? Oh, sekarang kau sudah hidup senang rupanya?” bentak salah seorang diantara tiga lelaki itu.

Aku saksikan wajah ibu yang sangat cemas kalau-kalau terjadi sesuatu terhadap diri bapak. Aku yang tak mengerti apa-apa dipeluk ibu erat-erat. Yang kuingat, dulu sekali, di zaman kampungku masih bergolak, bapak ikut masuk ke hutan memanggul senjata. Aku dan ibu dititip bapak di rumah nenek. Apakah ketiga tamu asing itu teman bapak juga?

“Apa maksud kalian? Kita dapat bicara baik-baik, dan maaf mohon tidak keras-keras karena anak dan istriku sedang tidur,” jawab bapak memandang kepada ketiga tamunya itu.

“Nanti kau akan tahu sendiri jawabannya!”

Ketiga tamu asing itu berdiri memegang kedua lengan bapak. Bapak sempat berontak. Tapi akhirnya bapak melunak setelah ia pandangi pintu kamar, bapak melihat aku, dan ia tak ingin terjadi apa-apa terhadap ibu dan diriku. Maka bapak terpaksa mengikuti ketiga tamu tak dikenal itu. Bapak dibawa entah kemana.

Sesudah kepergian bapak ibu menangis sejadi-jadinya. Tubuhku masih dipeluk erat. Ibu bergegas ke luar rumah, melihat-lihat kalau-kalau bapak dan tamunya itu masih berada di halaman rumah. Tetapi halaman rumah kami hanya menyisakan kelam, karena malam yang semakin larut.

Keesokan harinya ibu melapor ke kantor polisi terdekat. Laporannya bapak diculik. Setelah melapor itu, ibu terkejut karena bapak sudah berada kembali di rumah, tetapi dengan kondisi wajah yang pucat. Tubuh bapak juga babak belur habis dihantam benda keras. Lebih sepekan bapak tak mau bicara sejak kepulangannya.

Dikemudian hari aku baru mengetahui penyebab bapak diculik di malam itu lantaran bapak ikut sebagai salah seorang tim sukses pemilihan wali kampung. Orang-orang yang berseberangan dengan calon yang didukung oleh bapak tidak senang kalau bapak ikut menjadi tim sukses, karena bapak dulunya bagian dari mereka. Memang, disaat kampanye pemilihan wali kampung rasa-rasanya kampungku semakin panas saja. Padahal orang-orang luar menyebut kampungku dihuni banyak orang-orang alim, lulusan dayah, tetapi kenapa teror selalu ada dimana-mana. Aku yang masih kanak-kanak tidak paham apa itu politik.

Sejak peristiwa itu kupu-kupu tidak pernah lagi masuk ke ruang tamu rumahku. Kupu-kupu sebelumnya entah kemana menghilang. Seharian aku mencari-cari tubuh kupu-kupu itu di sudut-sudut ruang. Jangan-jangan kupu-kupu itu telah mati, karena tidak mendapat makanan serangga. Tetapi pencarianku sia-sia karena kupu-kupu itu memang tidak pernah lagi menampakkan rupa.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Memberi komentar,saran dan kritik untuk kemajuan di blog ini di kolom komentar bawah ini :