Si Nujum Sial

Pada segaris tipis kerlip bintang gemintang, pada gerak puncak-puncak purnama, pada geriap gaib ajaib tukar bertukar malam, pada tamsil aneka tamsil segala peramalan, terbuhullah seuntai kisah sial si Nujum Sial. Sial atas sialan yang menimpuk si Nujum Sial menjai-juntai manja di sekujur laku sepanjang hidupnya yang kian merenta. Sesungguhnya kerentaan si Nujum Sial itu telah merentakan harapan hidup dan harapan mati bagi kami yang tak pernah bosan menggantungkan segala harap pada wejang-wejangan mulia yang tersembur dari mulut kisut si Nujum Sial. Tetapi alangkah sialnya kami, walau telah mahfum pada penabalan sial pada diri si Nujum Sial, kami masih sangat percaya kalau segala sial kami akan sirna ketika sudah dinujum-nujumkan. Kami akan bersenang hati mengelakkan diri dari sial-sial kami setelah dinujum-nujumkan.
Kami tak bisa membantah bahwasanya sepanjang umur sejarah hitam putih kampung kami tak pernah luput dari nujum-nujum si Nujum Sial yang bersuka rela selalu setia menujumkannya. Sungguh harus kami angkat salut pada ketinggian ilmu nujum si Nujum Sial, yang begitu sempurna meneropong gerak liar edar zaman di selingkup kampung kami. Beliau telah mengunduh masa paling tepat turun ke sawah, naik ke gunung, cebur-cebur perahu di lautan. Telah beliau ancar-ancar perhitungan hari-hari mulia mulai berumah tangga, walau tak beriring kenduri-kenduri raya. Telah direka-reka peruntungan langkah-rezeki-pertemuan-maut. Telah disumpah tak berbantah arah tuju pagi kami dan arah pulang petang kami sepanjang usia kami, sepanjang sejarah hitam putih kampung kami. Dan terakhir, telah disekap kemerdekaan kami, hingga kami lupa kalau hidup-mati kami terjajah selamanya dalam tangkup-tangkup nujum sial si Nujum Sial!
***

Di gubuk buruk ujung kampung, di peraduan balai bambu yang sarat bau tua, tubuh renta Si Nujum Sial meringkuk lama sekali. Dengus nafasnya halus sekali. Redup matanya sayu sekali. Waktu bergerak lambat sekali. Nujum-nujum mewujud asap tipis berbau kemenyan yang menyengat pahit sekali, menyaput ruang gubuk, lalu menggumpal dan segera berputar-putar melingkar tujuh jengkal di atas tubuh Si Nujum Sial. Hanya sekali tubuh itu tergetar. Perlahan matanya mengatup. Asap yang menggumpal seketika memburai. Sirnalah segalanya! Gubuk buruk itu luput dalam kosong yang asing.
***

Seorang yang sehari-hari bekerja sebagai pembakar, pada suatu masa di akhir malam, lewat dan berteduh di emperan gubuk buruk Si Nujum Sial. Ada perasaan aneh yang membuatnya jenggah dan gerah ketika ia mengintip ke dalam gubuk. Ia seperti tak percaya akan apa yang dilihatnya. Sungguh ia merasa tersia-sia, karena di dalam gubuk buruk itu ternyata berlaksa nujum yang sekian masa dianggap telah mati, kini menggeliat bangkit kembali, yang mewujud dalam salinan rupa tampan-jelita, tetapi sungguh jahil jahat celaka. Pembakar itu seketika sadar diri.. Serta merta dibakarlah gubuk itu. Serta merta ia mendongak ke langit malam. Sebait syair melintas laksana selendang sutra yang melayang, menyiratkan kata-kata : pada segaris tipis kerlip bintang gemintang, pada gerak puncak-puncak purnama, pada geriap gaib ajaib tukar bertukar malam, pada tamsil aneka tamsil segala peramalan, menjelmalah engkau wahai Pembakar, penerus sial Si Nujum Sial!

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Memberi komentar,saran dan kritik untuk kemajuan di blog ini di kolom komentar bawah ini :