Memulangkan Senja

“Kau ingat tentang Sukab yang menggunting senja untuk Alina?” Gadis berkuncir melengkung senyum, bergoyang ketika dia mengangguk. Melintas dalam kepalanya potongan cerita dari Seno Gumira, perihal Sukab yang memotong senja untuk kekasihnya, Alina. Dia ingat betul bagaimana Sukab berjuang melarikan diri dari incaran polisi kota. Hingga dia menemukan senja rahasia di gorong-gorong dan mencurinya demi menutup senja yang hilang di langit kota.

“Sukab kekasih yang baik. Tidak semua kekasih paham bahwa senja bisa jadi hadiah.”

Pria bertopi sumringah. Diacaknya ubun-ubun gadis. Hatinya senang bukan kepalang. Tak sia-sia dia belikan gadis berkuncir ini buku cerita. Ingatannya kuat. Diam-diam, pria bertopi berencana membeli lebih banyak lagi buku.
Sejenak, keduanya sama terdiam. Meski pikiran sedang berbeda haluan, mata mereka sama menatap batas langit. Tersihir cakrawala ketika matahari separuh bersiap masuk ke dalam laut.

“Lihat itu!” Gadis berkuncir menunjuk horison. Telunjuknya menggiring lirik pria bertopi. di sana, sepotong perahu layar melintas hati-hati. Bentuknya wujud dalam siluet. Di belakangnya, matahari separuh yang bikin langit kobar jadi penari latar.

Gemuruh pun jelma di dada pria bertopi. Semakin menjadi-jadi kala angin dan debar ombak menggelegak. Dirasakannya pasir basah. Udara sekeliling lembab beraroma asin pantai. Sedang di langit, sekawanan burung mengepak sayap menyerang awan. Semua itu menyulap senja menjadi purna. Tak seorang pun sanggup menjamin, kesempurnaan serupa akan datang esok lusa. Tidak juga oleh pujangga atau tukang foto ternama. Senja begini tidak akan bisa abadi. Kata dan gambar adalah alat rekam konyol yang mulai gemar menjalani operasi plastik, pikir pria bertopi.

“Inilah kenapa Sukab sampai menggunting senja.” Gadis Berkuncir tercekat. Mukanya pucat. Sepotong gunting yang siaga di tangan pria bertopi berhasil merebut tatapannya dari langit keemasan. Sekonyong ia sadar. Senyum lengkung pun jadi datar.

“Tidak. Jangan lakukan. Kau jangan jadi Sukab. Kekasihmu di kampung itu bukan Alina. Dia takkan jadi Alina!”

Berkodi kata gantung di udara. Pria bertopi bermaksud memungutnya satu-satu. Sedang ia coba susun, rangkaiannya pecah berhambur ketika gadis bertutur, “Kau ingat? Senja kiriman Sukab telah menyedot tukang pos ke dalam amplop hingga dia menikahi ikan. Senja sampai ke tangan Alina. Tapi apa yang terjadi? Air laut di potongan senja tumpah. Matahari senja meloncat menabrak matahari bumi. Dan itu tidak boleh terjadi!”

Pria bertopi terkekeh. “Kau jangan khawatir. Cinta tidak membuatku lalai seperti Sukab. Aku akan menaruh senja dalam kotak kaca. Kekasihku di kampung akan tetap selamat setelah senja dia terima. Tidak ada tukang pos yang akan tersedot kali ini karena aku yang akan mengantarnya sendiri.”

Resah kian meraja. Gadis berkuncir berpikir keras bagaimana harus menceritakan riwayat negeri senja kala. Bahwa selama Hakim Adil belum kembali, pencurian yang satu akan selalu melahirkan pencurian baru. Tidakkah pria bertopi di sebelahnya tahu? Padahal dia telah membaca begitu banyak buku.

Sementara gadis meredam gundah, Pria bertopi bangkit untuk mengira-ngira sudut potong yang paling sesuai. Dia ingin burung itu, langit perak itu, debur ombak yang menghantam karang itu, pasir basah itu, angin lembab itu, batas langit itu, siluet perahu, batang kelapa, juga matahari. Dia ingin semuanya.

Baru saja ia memapah tanggannya untuk memotong, dari arah belakang muncul lelaki pendatang dengan silet tertajam di tangannya. Tanpa kira-kira ia menyilet senja dari tempatnya. Gadis kuncir terseret ke dalamnya.

Pria bertopi tersentak. Ancangan sudut yang hendak ia potong sekarang bolong. Nafasnya memburu. Dia dikepung marah yang sungguh merah. Ia mengejar lelaki pendatang lalu menghajarnya sampai jemu.

Senja siletan menghambur. Gadis kuncir tergelincir. Burung-burung terbang kucar-kacir. Sabar pria muda sampai di titik nadir. Sebelum menusuk lelaki pendatang dengan gunting, pria bertopi menggeram, “Kenapa kau menyilet senja?!”

Dari bibir penuh luka, lelaki pendatang berkata, “Untuk kutempel di langit bolong gorong-gorong. Karena Sukab telah mencurinya demi mengganti senja yang dia potong untuk Alina.”

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Memberi komentar,saran dan kritik untuk kemajuan di blog ini di kolom komentar bawah ini :