Cerpen - Nilai Kesabaran

Cerpen Karya Aneuk Aceh - Cerpen Aceh


Cerpen Aceh - “Aku?”  Tanyaku padanya. Aku tak percaya  ketika ia mengatakan bahwa aku yang terpilih. Aku masih tak percaya, namun ia menunjukkan tanda bahwa ucapnya benar adanya. Aku telah terpilih menjadi orang yang akan mendapat beasiswa ke Paris,  yang katanya tempat ilmu sastra bersemayam. Tentunya tak terkira bahagia yang menyelimuti diriku, sebab dari ratusan peserta dari berbagai daerah,  akulah yang terpilih. Sungguh ini di luar dugaan. Jauh sebelumnya aku tak percaya aku yang diterima saat aku mendengar semua peserta adalah orang-orang yang telah banyak menerbitkan karya di media, baik lokal maupun nasional. Aku sungguh merasa pesimis di antara semua itu, karena aku tak mempunyai karya yang bisa ku pamerkan pada mereka bahwa aku juga penulis sastra, seperti yang mereka lakukan. Ada yang menampakkan novelnya, ada yang menceritakan prestasinya, dan ada juga yang telah menerbitkan karya di media nasional. Aku hanya tertunduk lesu di ruang tunggu itu dan mereka tersenyum sungging melihatku. Tapi, hari ini aku telah membuktikan aku bisa lebih dari mereka. Hanya dengan modal yakin, sabar,  dan berusaha.

** ***

Sebelumnya, aku hanyalah seorang yang hobi membaca dan menulis cerita saja. Semua buku berkenaan dengan sastra aku  lahap. Keinginanku untuk menulis timbul setelah membaca. Mimpiku ingin pergi keluar sana,  Paris, tempat sastra bermula. Tapi, dengan kondisi ekonomi, niat itu ku urung jua. Namun,  Tuhan berkata lain. Dia  menumbuhkan lagi mimpiku, hingga aku terus berusaha dan yakin dengan pertolongan-Nya.  Aku terus membaca dan menulis.  Itulah yang selalu aku lakukan setiap ada waktu luang. Dalam perjalanan kisahku, banyak kerikil tajam yang menghadang.  Saat rintangan datang bertubi-tubi,  aku teringat  ucapan Ayahku dulu. “Jangan putus kau bermimpi , nak! Karena Tuhan tak menyambung mimpi mu lagi, kalau sang pemimpinnya kalah oleh waktu. Tuhan itu Maha Kaya,  Maha Pengasih. Jadi, mintalah yang besar padanya! “Aku selalu mengingat ucapan Ayahku sewaktu aku masih di kampung. Tapi,  ucapan Ayah yang paling aku ingat hingga saat ini adalah kata-kata mutiaranya padaku.  “Harus jalani dulu kerikil kehidupan, sebelum temukan jalan kebahagiaan.” Kata-kata itu telah menghipnotisku untuk terus bermimpi menggapai langit tinggi.  Mengelilingi dunia dengan karya, bersama nikmat dari perihnya jalan usaha.

Aku  bangga memiliki Ayah seperti dia. Menjadi  motivator bagiku, walau ia hanya seorang petani biasa yang harinya hanya mencangkul dan menanam saja.  Ayah yang menyayangi keluarga, berjiwa wibawa, dan mempunyai segudang motivasi untuk anaknya. Ayahku selalu mengartikan hidup ini dengan sebatang pohon. Semakin tinggi pohon itu, maka semakin kencang angin yang akan menerpa. “Semakin besar kamu, semakin banyak masalah akan menimpa. Ibarat pohon itu, ia tinggi namun sering diterjang angin kencang. Kalau kamu tidak bisa menghadapi masalahmu dengan senyuman persahabatan, maka  kau akan tumbang seperti pohon di sana!” ucapan yang selalu ayah berikan ketika masalah menjelma.

Saat aku telah di kota, masalah menjadi teman, persoalan menjadi kebiasaan, dan keputusasaan datang lalu lalang. Dan semua itu selalu terusir oleh kata-kata ayahku yang kusimpan rapi di memori. Bagaimana aku bisa menghadapi lingkungan kota yang begitu kejam dan keji ini tanpa ayah di sini?  “Ah, kota tak seindah desa,” ucapku dalam kalbu. Orang-orang di sini egois. Hanya mementingkan diri sendiri. Beda betul dengan di desa, yang kental kekeluargaannya. Orang-orang berbaju sobek pun ada di mana-mana. Untuk membaca pun aku harus menahan malu. Mereka sering menertawakanku dan menamaiku seorang kutu buku.  Aku tak hirau ucap itu, yang penting aku membaca di mana pun aku berada. Biar mereka berkata apa. Tak jarang aku dengar, “Hai, kutu buku! Mana bukumu”,  di saat aku lewat di hadapan mereka.

Aku ingin ikut kursus menulis saja harus membayar mahal. “Ini kursus menulis apa kursus mencari duit ,” ucapku pada panitia di situ.  Hingga ia marah mendengarnya dan mengusirku keluar. Tapi aku tak putus asa. Bukan hanya di sini   tempat  belajar sastra.  Tantangan yang kuhadapi semakin banyak saja. Di perjalanan sepulang dari kursus menulis itu, aku melihat seorang kakek penjual bubur, yang sedang di maki-maki oleh empat pemuda berkalung di leher dan berrambut gondrong .  Aku melihat kakek itu ditampar oleh orang itu. Gerobak buburnya dirusak hingga semua bubur jatuh ke tanah. Aku mendekati mereka, aku membantu sang kakek yang terjatuh karena ditendang. Namun orang itu marah padaku dan memukuliku beberapa kali. “Beraninya kamu menolong si tua Bangka ini. Rasakan ini, brakk..!” Satu bogem mentah melayang ke mukaku. Mereka juga mengambil semua isi dompetku, termasuk uang yang tadinya untuk kursus menulis. Semua lenyap di tangan orang itu sambil tertawa terbahak. Setelah orang itu pergi, kakek tadi menolongku. “Kenapa kamu ke sini,  nak? Mereka itu preman di sini, mereka tak segan membunuh,” kata  kakek itu dengan wajah pucatnya. “Kita harus banyak bersabar  menghadapi hidup ini,” ucap sang kakek.

Aku memetik satu pelajaran berharga dari kakek itu, walau dagangannya habis berserakan di tanah dan tentu rugi pasti ada, namun ia tetap bersabar.   Aku menyesal selama ini yang sering berputus asa dalam mimpi.


Matahari telah terbit. Bulan tak tampak lagi. Burung bernyanyi tanda pagi hadir kembali. Hari ini adalah hari bahagia dalam hidupku. Aku akan berangkat ke Paris untuk menimba ilmu. Semua tak lepas dari motivasi Ayah yang selalu menasihatiku dan pelajaran dari sang kakek yang menyampaikan arti sebuah kesabaran.  Inilah hasil dari pohon sabar dan usahaku selama bertahun-tahun. Setelah pengumuman itu,  aku lega dan tak percaya aku juara pertama. Itu semua karena mereka. Kini aku akan berangkat ke sana, “Parisssss…  aku datang.”

Aku sangat bersyukur mempunyai seorang Ayah seperti dia dan juga telah dipertemukan dengan orang yang penuh sabar.  Kini aku  pun sadar betapa kesabaran dengan seraya berusaha akan berbuah bahagia.

1 komentar:

Silakan Memberi komentar,saran dan kritik untuk kemajuan di blog ini di kolom komentar bawah ini :