Perempuan bermata pedang

Sorot matanya tajam menghujam ke relung sanubari. Sebilah pedang yang tergambar di semburat wajahnya seakan siap menerkam kuat ke leher lelaki kekar di depannya. Lembut suara saat bermanja ria dengan janin yang di rahimnya, kini berganti dengan raungan singa yang menatap mangsa.

“Di sini tak ada anjing,” ucap Sumi lantang. Ia tak peduli sudah berapa kali rambut indahnya itu dijambak oleh dua lelaki berotot berbadan tegap yang masuk rumahnya tanpa isyarat membawa angin surga. Dua pria berjaket hitam bertamu pada jam yang tak biasa, tak menghiraukan tata karma. Jam dua belas malam mengetuk pintu dengan raut wajah dingin. Seorang ibu hamil, sendirian menunggu suami tiba yang seharian berlelah mencari sesuap nasi untuk istri tercinta, tentu tak kuasa mengizinkan orang asing masuk tanpa suami di sisi. Apa kata dunia dan seisinya. Ia sangat menjaga itu.

Dua lelaki tinggi besar, bukanlah lawan tangguh bagi Sumi. Lelaki berkepala plontos dengan sigap menutup mulut dan menyeretnya ke dalam. Sementara si hitam manis bertahi lalat di dagu perlahan mengunci pintu. “Kau kenal orang yang di foto ini?” ucap si kepala plontos dengan menyodorkan secarik kertas. “Jangan takut, kami tidak akan melukaimu. Kami hanya butuh informasi, di mana keberadaannya,” si tahi lalat angkat bicara setelah berkeliling seisi rumah.

Kabut di mata Sumi semakin menghitam saat melototi foto itu. Tak asing bagi indera penglihatannya. Dia lelaki berjenggot, rambutnya ikal, ada bekas luka di dagu. Ya, dia adalah Kasim, suaminya.

“Dia suamimu, kan?” Suara bentakan memekikkan telinga itu tepat di mukanya. “Iya, benar. Kenapa dengan suamiku?” ucapnya pelan. “Dia adalah teroris yang harus disikat habis,” kata si plontos singkat.

Mendengar tuduhan sepihak, sifat berani Sumi yang diwariskan kakeknya segera membuncah. “Apa karena suamiku berjenggot dan sering bicara agamis, lantas kalian sebut itu teroris? Pancung saja aku sekalian, biar kalian puas karena istri teroris berhasil dilumpuhkan.”

Setengah jam sudah dialog panas memanasi rumah kontrakan di bibir bukit itu. Saat yang lain tidur terlelap dengan mimpi-mimpi indahnya, Sumi masih berjuang mempertahankan hak hidup layaknya manusia normal di seluruh penjuru Bumi.

Suasana semakin membara, dua lelaki itu mulai kontak fisik dengan Sumi. Emosi keduanya mulai tak terkontrol dengan ucapan dan perlawanan lantang yang dilontarkan perempuan berumur dua puluh lima tahun itu. Hujan tamparan pun tak dapat dihindari, melayang ke pelipis kuning langsat calon ibu dalam kandungan Sumi itu.

Mendapat perlakuan biadab, Sumi pun meronta dan berlari menuju dapur. Ia mengambil sebilah pisau, menghunus mengancam biar tamu tak diundang itu segera pergi menjauh. Ia berteriak, tapi apa boleh buat, jarak rumahnya dengan tetangga yang jauh berselang, tentunya tak menjadi solusi tepat.

Melihat gelagat keberadaan mereka diketahui warga, dua lelaki itu segera mendekap mulut Sumi. Bukan Sumi namanya kalau tidak melawan. Semua teman SMA-nya dulu kenal ia si tomboi yang jago silat. Entah bagaimana, hingga akhirnya pisau itu menembus perut lelaki plontos hingga darah berceceran.

Door.Suara itu memecah keheningan malam. Tapi lagi-lagi jarak antarrumah yang tak dekat, tak membuat orang untuk merapat ke sana. Dengan segenap tenaga yang ada, Sumi merangkak, mencoba bangkit dengan bertatih-tatih. Kaki sebelah kanannya tertembus timah panas, darahnya terus keluar. Sementara lelaki yang tertembus pisau itu masih tergeletak di lantai, ditinggal saja oleh rekannya yang kabur tak berjejak.

Tak lama, suaminya pulang. Betapa terkejutnya ia saat menyaksikan pemandangan tak terduga itu. Teriakan keras minta tolong pun segera ia lakukan. Para tetangga segera berhamburan. Kabar itu dengan cepat tersiar seantero kampung. Dalam waktu yang singkat, beberapa orang dengan pakaian necis pun muncul di sana. Entah dari mana mereka datang, bahkan orang kampung yang sudah lama bermukim di sana pun tidak ada yang mengenalnya.

Paginya, warga kampung menjadi heboh saat penyiar radio memberitakan kejadian yang menggegerkan kampung tersebut, “Sumi Menikam Rekan Kerja Suami Hingga Tewas.”

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Memberi komentar,saran dan kritik untuk kemajuan di blog ini di kolom komentar bawah ini :